Refleksi atas pemikiran Ki Hadjar Dewantara
Pendidikan
menurut Ki Hajar Dewantara diartikan sebagai tuntunan dalam hidup tumbuhnya
anak-anak; menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai
manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Dalam
proses pendidikannya seorang guru harus ‘menghamba kepada anak” yang berarti
memberikan pelayanan yang optimal bagi tumbuh kembang anak, dengan
mempertimbangkan segala hal yang mendukung dalam memfasilitasi dan memotivasi
proses anak membangun pengetahuan, keterampilan dan sikapnya.
Selama
ini saya mempercayai dengan adanya memperbanyak latihan seorang siswa akan
memperoleh prestasi belajar yang baik dan untuk menjadikan sesuatu sebagai
kebiasaan, maka pengulangan pengulangan perbuatan merupakan cara efektif. Jadi dalam pembelajaran saya memperbanyak
latihan dan apa hal yang penting untuk ditanamkan saya ulangi. Memang pada
akhirnya banyak siswa yang memperoleh nilai bagus atau kebiasaan terbentuk,
tetapi satu hal yang mungkin saya lupakan, apakah anak – anak menikmati proses
pembelajaran yang saya lakukan, atau karena sekedar takut kepada saya.
Kebiasaan juga terbentuk, tetapi saya belum pernah menanyakan secara pribadi
apakah mereka terpaksa melakukan karena tidak enak hati kepada gurunya atau
untuk sekedar mendapatkan nilai. Tiba – tiba saya menyadari satu konsep KHD yang
sangat penting, yaitu pendidikan yang berpusat pada anak dan kita akan melayani
anak sesuatu kebutuhannya. Saya belum
pernah bertanya kepada siswa kesulitan belajar apakah yang dialami selama pembelajaran
sosiologi, apakah mereka nyaman dengan cara mengajar saya, apakah mereka suka
dengan metode yang saya terapkan, apakah mereka mengalami kendala dalam
memahami materi dengan cara saya mengajar seperti itu, hingga pada akhirnya
pada titik apakah saya telah melayani siswa sesuai yang siswa butuhkan.
Pada satu
pertemuan akhirnya saya coba mengambil waktu ngobrol santai dan setiap siswa
secara acak bercerita apa kesulitan belajar sosiologi, asyiknya apa, dan
manfaat apa yang yang bisa diambil. Hal ini ternyata juga tidak mudah bagi
mereka untuk berbicara di depan kelas, bahkan bukan dalam rangka penilaian. Saya
sadar bahwa ini kebiasaan baru untuk mereka, jadi mungkin sulit pada awalnya,
kebiasaan baru juga untuk saya menerima masukan atau mendengar apa yang mereka
inginkan pada saat pembelajaran dengan saya. Selama ini saya kurang memberikan
kesempatan kepada anak siswa untuk menyampaikan hal diinginkannya, dan hal
itulah yang harus diperbaiki. Di pertemuan berikutnya tampak bersahutan karena
lebih rileks dalam menyampaikan pendapat, termasuk berani mengungkapkan
ketidakpahaman terhadap suatu materi membuat atmosfer pembelajaran terasa
hangat. Selepas mengajarpun dikejar siswa, apakah bisa berkonsultasi di luar
jam KBM. Saya rasa itu kesempatan yang bagus selama dalam konteks untuk lebih
memahami konten, sekaligus untuk mengetahui kesulitan belajar siswa.
Jadi
untuk bisa melayani siswa sesuai kebutuhannya memang siswa harus bisa dan berani
menyampaikannya kepada guru. Disinilah saya merasa komunikasi memegang peran
penting dan jika komunikasi antara guru dan siswa lancar maka siswa juga akan
berani mengungkapkan kesulitan belajar, proses pembelajaran seperti apa yang
mereka inginkan, manfaat pembelajaran yang bisa diambil dan muncul ide – ide kreatif
dari siswa agar pembelajaran terasa seru dengan tetap mencapai tujuan
pembelajaran. Dengan mendengar mereka semoga saya bisa melayani siswa sesuai
dengan kebutuhan mereka. Tentang sosio kultural, tentu ini akan dikomunikasikan
dengan siswa lebih lanjut, artinya ketika akan menanamkan sebuah nilai – nilai kultural
sebelum membiasakannya tentu selalu ada pengantar atau motivasi dari guru agar
apa yang dilakukan siswa dilakukan penuh kesadaran, paham maksud mengapa harus
dibiasakan dan memahami pula penting untuk melakukan hal tersebut
0 Response to "Refleksi atas pemikiran Ki Hadjar Dewantara "
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan Bijak :)